Pendidikan usia remaja merupakan hal fundamental untuk memaksimalkan proses kognitif seorang manusia. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa karakteristik remaja adalah ia mampu memahami sesuatu dalam bentuk abstrak, rasa ingin tahu yang tinggi, serta mampu berfikir kritis. Di fase ini para remaja dapat dengan mudah mengembangkan setiap ilmu pengetahuan yang diperolehnya baik saat menjalani pendidikan formal maupun nonformal.
Tanggung jawab ini sedikit banyaknya diemban oleh lembaga pendidikan formal, terkhusus di Indonesia, kita mengenal sekolah menengah ataupun madrasah. Untuk madrasah sendiri merupakan lembaga pendidikan formal yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.
Dikutip dari abdimadrasah.com, secara harfiah madrasah diartikan sebagai tempat belajar para pelajar, atau tempat untuk memberikan pelajaran. Dari akar kata darasa juga bisa diturunkan kata midras yang mempunyai arti buku yang dipelajari atau tempat belajar. Kata al-midras juga diartikan sebagai rumah untuk mempelajari kitab Taurat. Kata madrasah juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu darasa, yang berarti membaca dan belajar atau tempat duduk untuk belajar. Dari kedua bahasa tersebut, kata madrasah mempunyai arti yang sama tempat belajar. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata madrasah memiliki arti sekolah kendati pada mulanya kata sekolah itu sendiri tidak bersinggungan dengan akar kata di atas.
Madrasah telah menjadi lembaga pendidikan formal yang memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri dibanding lembaga pendidikan formal lainnya. Keunikan yang melekat pada madrasah ini terletak pada materi pelajaran yang lebih menonjol pada pendidikan yang berbasis agama Islam seperti sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, Fiqih, Al-Qur’an Hadist, serta Aqidah Akhlak. Pada perkembangannya, madrasah telah berdiri dengan berbagai jenis baik madrasah yang berada di bawah naungan yayasan swasta, pondok pesantren, maupun yang berada lansung di bawah naungan Kementerian Agama.
Meski pada pelaksanaannya lebih menonjol pada pendidikan keagamaan bukan berarti madrasah tidak mampu bersaing dengan sekolah umum yang ada. Pendidikan madrasah Pada tingkat Madrasah Aliyah (sederajat dengan SMA), dikutip dari detik.com, tahun 2022 Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) merilis daftar 1000 sekolah terbaik di Indonesia berdasarkan rerata nilai UTBK SBMPTN. MAN Insan Cendekia Serpong berhasil menempati urutan pertama setelah tahun 2021 juga meraih posisi yang sama. Lain lagi dengan prestasi dalam banyak hal di tingkat Internasional.
Hal tersebut membuktikan bahwa madrasah mampu mengembangkan ilmu pengetahuan umum tanpa menyampingkan pelajaran berbasis ilmu agama islam. Sedangakan untuk tingkat tsanawiyah (sederajat dengan SMP), dikutip dari website rekor muri.org, MTsN 1 Jepara pernah menjadi juara umum National Science & Social Competition (NSSC) 1.0 2021 jenjang SMP/sederajat dengan meraih 74 penghargaan dari 70 siswa yang dikirim. Masing-masing meraih 45 honourable mention, 3 medali emas, 10 medali perak, dan 16 medali perunggu.
Dalam pembahasan artikel ini, rasanya kurang etis jika hanya menyebut prestasi satu demi satu tanpa ada alasan lain mengapa harus memilih madrasah sebagai lembaga pendidikan yang tepat untuk melanjutkan sekolah tanpa mengurangi rasa hormat pada lembaga pendidikan formal lain.
Dr. Manpan Drajat, M.Ag dalam al-Afkar (Journal for Islamic Studies), Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar abad 11-12 M (abad ke 5 H), khsususnya ketika Wazir Bani Saljuk, Nidzam AlMulk mendirikan Nidzamiyyha di Baghdad.
Khusus di Indoneisa, Madrasah telah menjadi lembaga pendidikan sejak awal abad 20, hal itu berbarengan dengan munculnya Ormas Islam, semisal Muhammadiyah, NU, dan lain-lain. Perkembangan madrasah pada masa awal kemerdekaan sangat terkait dengan peran Departemen Agama (Kementerian Agama) yang mulai resmi berdiri sejak 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan politik pendidikan Islam di Indonesia.
Kementerian Agama dapat dikatakan sebagai representasi umat Islam dalam memperjuangkan penyelenggaraan pendidikan Islam secara lebih meluas di Indonesia. Dalam kaitannya dengan perkembangan madrasah di Indonesia, Kementerian Agama menjadi andalan yang secara politis dapat mengangkat posisi madrasah sehingga memperoleh perhatian yang serius di kalangan pemangku kebijakan. Madrasah tidak hanya berdiri sebagai lembaga pendidikan formal saja, namun juga menjadi saksi sejarah dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia kala itu.
Kita semua mungkin tahu, bahwa bangsa Indonesia telah melahirkan banyak tokoh dari berbagai bidang yang berasal dari madrasah, seperti Wahid Hasyim, Hamka, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Nurcholis Madjid (Cak Nur), KH M.A Sahal Mahfudz, AR. Fakhruddin dan Mahfud M, dan masih banyak lagi.
Dalam pandangan penulis, madrasah pada perkembangannya tidak hanya berdasar pada nuansa pendidikan dogmatis belaka, namun tetap menjunjung tinggi objektifitas dalam proses pendidikan akademik seperti lembaga pendidikan formal lainnya. Pendidikan madrasah pada prinsipnya menyentuh empat dimensi pendidikan, yakni dimensi pikir (kognisi), dimensi hati (spiritual), dimensi rasa (estetika), dan dimensi raga (fisik).
Selain itu, pendidikan madrasah mampu menyadarkan peserta didik yang sadar Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin tanpa memberi justifikasi negatif terhadap perkembangan budaya kearifan lokal. Pendidikan madrasah tidak hanya fokus pada bidang keagamaan saja, akan tetapi juga di bidang- bidang lainnya, seperti riset ilmiah, vokasi, kewirausahaan, lingkungan, dan lainnya. Madrasah tidak hanya berhasil memajukan pendidikan keagamaan berbasis Islam namun juga berhasil memberi ruang kepada pendidikan umum dan kebudayaan sebagai bagian integral dalam menuntut ilmu pengetahuan.
Dari fakta tersebut, kiranya kita sudah mengetahui bahwa mengapa madrasah menjadi pilihan yang tepat untuk bersekolah dalam konteks masa kini. Kita semua tahu, zaman telah berubah, teknologi semakin maju, serta arus informasi yang semakin tidak terbendung telah memberikan gambaran kontras di masa kini. Banyak kejadian- kejadian memilukan yang merupakan refleksi dari kemajuan zaman seperti, pertikaian, perang saudara, hoaks, intoleransi, dan masih banyak lagi. Namun dengan memiliki pendidikan moral, akhlak, dan agama yang baik, seorang manusia dapat mengontrol diri serta mampu beradaptasi terhadap perkembangan zaman yang semakin hari semakin maju tanpa memberi justifikasi negatif pada ilmu pengetahuan umum saat ini. (*Fkr)